Absurditas Dunia

Konon ketika Allah menciptakan manusia, iblis pun berkata yaah… mahluk yang begituan diciptain, wah kalo begini ane jadi ga enak nih, abis ane ga akan pernah punya pesaing tangguh tuh…!???! Dan seketika itu juga, karena Allah Maha Mengetahui akan segala sesuatu, memerintahkan agar iblis segera bersujud kepada sang mahluk baru alias manusia ciptaan Allah Rabbul ‘alamin tsb. Karuan saja iblis memancarkan aura kebesarannya, yakni rona merah senyala-nyala api yang berkobar, sambil terus berkeluh ya Allah bagaimana ini, aku yang lebih mulia begini harus menyembah mahluk yang hina dina ini. Kagak mungkin, kagak mungkin, apakah Engkau tidak salah perintah ya Allah yang menciptakan aku terlebih dahulu dan dari dzat yang lebih mulia ini ? dst. dst… Sehingga pada akhirnya, dimulailah babak baru pertarungan kehidupan antara sang penentang dengan wakil Sang Pemilik kerajaan langit dan bumi ini, yang tiada lain adalah kita yang sejatinya disebut manusia itu.

Kalau kita cermati sejenak dari cerita yang mungkin tidak tepat sesuai dengan kejadian sesungguhnya, dapat ditarik satu pelajaran daripadanya, yaitu keangkuhan/ kesombongan yang dilandasi ketidaktahuan/kebodohan akan berakibat pada sebuah kekonyolan yang tidak semestinya terjadi. Coba bayangkan, andaikan secara cerdas sang iblis bersikap menunggu hingga ia dapat mengetahui seluruh informasi yang mungkin Allah akan sampaikan padanya, jika saja dia menuruti perintahNya. Barangkali sang iblis lupa bahwa Allah, pada saat itu, sedang menguji keimanan sang iblis. Ia mungkin tidak sadar bahwa Allah akan senantiasa memberikan keadilan pada mahlukNya. Ia mungkin tak siap mendapatkan pengajaran langsung seperti demikian. Namun yang jelas, ia telah jadikan keakuan berlebihnya untuk menutupi segenap potensi kesadarannya. Dan yang paling parah adalah ia tidak pula menyesal bahwa kelakuannya telah mengakibatkan dia menjadi sang kreator tunggal balada kehidupan si terkutuk lawan si mulia, si hitam versus si putih.

Bahkan pada zaman sekontemporer inipun, sifat/perilaku semacam itu kerap ditunjukkan oleh sebagian besar mahluk yang katanya dianggap paling mulia ini. Tak perlu jauh-jauh kita harus mengobservasi perilaku semacam ini dalam sebuah lingkungan tertentu, akan tetapi hal itu justru hadir dalam keseharian hidup kita. Tengoklah dalam diri kita masing-masing, dalam lingkungan keluarga, tetangga, kolega, masyarakat, bangsa, bahkan umat manusia sekalipun. Agaknya, hal ini telah menjadi cerita paling klasik yang tetap bergema dalam kehidupan mahluk mulia di permukaan planet fana ini. Sungguh, watak ini telah menjadi tontonan yang paling memuakkan, seakan tak ada kata-kata yang pantas lagi untuk diungkapkan. Seolah, sang pemilik laku telah melupakan kesadaran bahwa tiada suatu ciptaan pun yang sempurna, tidak pula ia akan menjadi yang paling berkuasa, tak kan pernah ia dapat melebihi Penciptanya. Barangkali contoh nyata dari hal ini kerap hadir tidak hanya di hadapan mata kita, tetapi seringkali berpangkal dari dalam diri kita. Kadang kita tak kuasa untuk berdiam diri dan tak perlu untuk mengatakan saya tahu, padahal tidak tahu, mengenai sesuatu hal dengan maksud untuk sekedar menunjukkan bahwa dirinyalah yang bisa menjawab, apabila muncul suatu pertanyaan yang mungkin dialamatkan bukan pada diri kita. Padahal, sesungguhnya kita tidak lebih tahu dari yang paling tidak memahami persoalan tersebut. Atau, manakala kita dimintai pendapat untuk menilai seseorang. Dengan serta merta kita akan menceritakan bahwa si A, si B, si Fulan, si Fulanah begini begitu. Tanpa berpikir panjang terhadap dampak apa yang mungkin dapat ditimbulkan oleh pendapat yang dilontarkan, karena kita lebih sering mengedepankan suara lisan daripada bisikan hati. Dengarlah klaim-klaim yang menyatakan kelompok satu lebih baik daripada yang lainnya, ketimbang menyadari bahwa ia lebih beruntung daripada yang lainnya. Sungguh. itu semua hanyalah bagian kecil dari banyaknya perilaku yang tidak sedap dipandang bahkan tidak layak untuk dipanjangkan oleh siapapun yang tak mengehendakinya. Perilaku yang berakar dari tuntutan hasrat/nafsu ingin menguasai, serba lebih bahkan paling, hingga memunculkan watak angkuh yang lebih banyak beralaskan ketidaktahuan. Ya, itulah perilaku yang menghiasi wajah dunia yang absurd, baik lampau, kini, maupun yang akan dinanti.

One thought on “Absurditas Dunia

  1. said azli

    Berat nie bah ……. kalo ga gitu trus kehidupan dunia apa bedanya dengan kehidupan di surga ….. hehehe

    mudah2an kite di jauhkan dari segala penyakit hati …..

    said azli

    Like

Leave a comment